PEMBATALAN PERIKATAN PERJANJIAN JUAL-BELI TANAH SECARA SEPIHAK OLEH PENJUAL YANG SUDAH DILAKUKAN PEMBAYARAN SECARA BERTAHAP
Abstract
Perjanjian jual-beli tanah dengan pembayaran bertahap sering menjadi sumber sengketa hukum, terutama ketika penjual membatalkan perjanjian secara sepihak setelah menerima sebagian pembayaran dari pembeli. Tindakan ini tidak hanya merugikan pembeli secara material tetapi juga menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengganggu stabilitas sosial dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek hukum terkait pembatalan sepihak dalam perjanjian jual-beli tanah, dengan mengacu pada prinsip-prinsip dalam KUH Perdata, seperti asas pacta sunt servanda, wanprestasi (Pasal 1243 KUH Perdata), dan kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUH Perdata), serta ketentuan dalam Undang- Undang Pokok Agraria. Berdasarkan prinsip hukum perjanjian, suatu kesepakatan yang telah dibuat harus dihormati dan memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak. Oleh karena itu, pembatalan sepihak oleh penjual tanpa alasan yang sah dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum dan memberikan hak bagi pembeli untuk menuntut ganti rugi atau pemenuhan perjanjian. Hasil penelitian ini menjawab terkait pandangan hukum atas penarikan kembali transaksi jual-beli yang sudah dilakukan pembayaran secara bertahap dan akibat hukum bagi pihak penjual yang menarik kembali perjanjian jual-beli tanah saat pembayaran belum selesai. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan studi kepustakaan, melibatkan analisis bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Jualbeli tanah dengan pembayaran bertahap sering menimbulkan masalah ketika penjual membatalkan perjanjian secara sepihak setelah menerima sebagian pembayaran. Tindakan ini yang dapat dikategorikan sebagai wanprestasi karena melanggar kesepakatan yang telah dibuat. Penelitian ini membahas implikasi hukum dari pembatalan sepihak dalam perjanjian jual-beli tanah berdasarkan KUH Perdata dan dari UndangUndang Perlindungan Konsumen (UUPK). Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian yang sah mengikat kedua belah pihak dan tidak dapat dibatalkan sepihak tanpa alasan yang sah. Pasal 1266 dan 1267 mengatur bahwa pembatalan harus melalui pengadilan dan dapat menimbulkan kewajiban ganti rugi. Selain itu, Pasal 16 UUPK melarang pelaku usaha membatalkan transaksi sepihak dan dapat dikenai sanksi hukum. Penelitian ini menegaskan pentingnya kepastian hukum dalam perjanjian jual-beli tanah agar hak pembeli terlindungi dan mencegah tindakan sewenang-wenang dari penjual
Keywords
pembatalan, perjanjian jual beli tanah, sepihak, pembayaran
Full Text:
pdfReferences
Buku Bacaan
Subekti, 2005, Hukum Perjanjian,
Intermasa, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Sumber Lain
Shashia Andini Kristianto, dkk. Analisis
Wanprestasi Dalam Pihak
Penjual Dalam Perjanjian Jual
Beli Tanah (Studi Kasus Putusan
MA 252 K/PDT/2020). Journal
of Accounting Law
Communication and Technology.
Jakarta. Vol. 2 No. 1 Hal. 416.
DOI: https://doi.org/10.31293/lg.v10i1.8803
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2025 LEGALITAS : Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum