TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI APOTEKER SEBAGAI PELAKU BISNIS DALAM PRAKTEK
Abstract
Abstrak
Apoteker sebagai pemilik sarana apotek merupakan pelaku bisnis, berdasarkan kode etik bisnis dimana Pelaku Bisnis bertanggung jawab atas berjalannya usaha tersebut. Maka keuntungan menjadi tolak ukur bagi Pelaku Bisnis. Hal tersebut bertentangan dengan kode etik profesinya, sebagaimana diatur dalam pasal 4 dimana dalam melakukan pekerjaan kefarmasian seorang farmasis hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi yang mengakibatkan hilangnya kebebasan profesi. Jadi hal keuntungan sebagai suatu hal dalam berbisnis tidak ada dalam kode etik profesi apoteker, ketentuan tersebut berdasarkan sumpah atau janji apoteker, yaitu saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian. Segala pengoperasian sebuah apotek harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perundang-undangan yang penting mengenai apotek adalah PP No. 26 Tahun 1965 yang kemudian diubah dengan PP No. 25 Tahun 1980. Kedua PP tersebut melaksanakan UU No. 7 Tahun 1963 tentang Farmasi. Apabila PP No. 25 Tahun 1980 ditelaah secara seksama, maka apotek merupakan tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat yang dapat diusahakan oleh apoteker itu sendiri. Dan dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek pada pasal 2 yang menerangkan bahwa seorang apoteker sebelum melaksanakan kegiatan pengelolaan apotek, hanya diberikan kepada seorang apoteker yang nantinya harus bertanggung jawab secara teknis farmasis. Berdasarkan peraturan yang berlaku izin apotek diberikan oleh Menteri kepada seorang yang memiliki keahlian dalam bidang farmasi yaitu apoteker. Dengan adanya pelaksanaan dan penerapan UU Perlindungan Konsumen dalam bidang ini menimbulkan beberapa aspek pelanggaran yang terjadi dalam beberapa kasus. Kasus tersebut ditinjau dari aspek seperti : Aspek fungsional, hal-hal yang dapat menimbulkan keluhan sampai protes konsumen dapat terjadi mulai dari pengadaan, penyimpanan, peracikan maupun penyerahan; Aspek Penyalahgunaan, sering kali terjadi penyalahgunaan ini dilakukan sengaja oleh konsumen. Tetapi banyak pula yang dilakukan secara tidak sengaja. Hal ini menjadikan kerisauan kita, kalau kemudian dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen; Aspek Informasi, masalah yang ada kaitannya dengan informasi, sering kali membuat kita yang berkecimpung di sektor pelayanan menjadi pusing tujuh keliling; Aspek Farmakologis, beberapa produk farmasi tertentu ternyata untuk ras tertentu, pola makan tertentu memberikan hasil terapi yang tidak menguntungkan. Atau bahkan secara spesifik untuk orang tertentu ternyata memberikan hasil yang berbeda secara berarti.
References
AFTAR PUSTAKA
A.BUKU BACAAN
Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.
Ace Partadiredja, Pengantar Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 1990.
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Daya Widya, Jakarta, 1999.
Leenen, H.J.J dan Lamintang , P.A.F, Pelayanan Kesehatan dan Hukum, Suatu Studi Tentang Hukum Kesehatan, Bina Cipta, Bandung, 1991.
Soerjono Soekanto, Aspek Hukum Apotek dan Apoteker, Mandar Maju, Bandung, 1990.
Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana
Korporasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2018 DEDIKASI JURNAL MAHASISWA
Contact person :
Amin Slamet
Faculty of Law. 17 August 1945 University of Samarinda
Jl.Ir.H.Juanda, No.80. Samarinda. East Kalimantan. Indonesia
Email : journalofl@gmail.com
Telp: 0541-743390
Journal of Law is licensed below Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.