HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERJANJIAN SEWA BELI SEBAGAI PERJANJIAN INNOMINAAT YANG TIDAK SEIMBANG DI TINJAU MENURUT PASAL 1338 Jo PASAL 1320 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
Abstract
ABSTRAK
Perjanjian Sewa beli merupakan hukum kontrak innominaat adalah berbagai kontrak yang muncul dan berkembang dalam masyarakat , seperti kontrak Sewa Beli , kontrak production sharing, join venture , kontrak karya , leasing , franchise, kontrak kontruksi , kontrak rahim dan lain-lain . Hukum kontrak innominaat bersifat khusus, sedangkan hukum kontrak atau hukum perdata merupakan hukum yang bersifat umum . Artinya bahwa kontrak-kontrak innominaat berlaku terhadap peraturan yang bersifat khusus , sebagaimana yang tercantum dalam berbagai peraturan perundang – perundang yang mengaturnya. Apabila dalam undang – undang khusus tidak teratur maka kita mengacu pada peraturan yang bersifat umum, sebagaimana yang tercantum dalam Buku III KUH Perdata. Adapun pengaturan Sewa Beli sebagai Hukum Kontrak Innominnat diatur di dalam Buku III KUH Perdata, hanya ada satu pasal yang mengatur tentang kontrak Innominaat, yaitu pasal 1319 KUH Perdata. Jadi Sewa Beli sebagai perjanjian Innominaat bila ditinjau menurut pasal 1319 KUH Perdata adalah sebagai perjanjian yang berada di luar Kitab Undang –undang Hukum Perdata, jadi perjanjian tersebut tunduk pada sebuah aturan umum yang terdapat pada buku III Kitab Undang – undang Hukum Perdata, dalam arti boleh saja asal tidak bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan. Berdasarkan hasil penelitian di Kota Samarinda dan beberapa kota besar di Indonesia atas perjanjian Sewa Beli ternyata bahwa semua perjanjian yang menjadi obyek penelitian mencantumkan Klausul tentang jatuh tempo, Klausul ini sehubungan dengan ketidakmampuan pembeli untuk melaksanakan pembayaran angsuran tepat pada waktunya sebagaimana diperjanjikan. Dengan tidak memperhatikan sebab musabab keterlambatan tersebut penjual dengan seketika dapat menyatakan membatalkan perjanjian dan berhak menarik kembali barang yang menjadi obyek perjanjian. Klausul atau syarat menggugurkan ini dianggap merupakan syarat yang tidak seimbang dan keberadaannya hanya menguntungkan penjual dan tidak pada pembeli.References
DAFTAR PUSTAKA
Adiwiranata, S, Istilah – istilah Hukum Latin Indonesia, Jakarta :
PT . Intermasa, 1997.
Ahmad Z, Ansori, Sejarah dan Kedudukan BW.di Indonesia. Jakarta: Penerbit CV . Rajawali, 1986.
Ali, Lukman, Alwi, Hasan, Kridalaksana, Harimukti dkk, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Kamus Besar Bahasa Indonesia
Badrulzaman, Mariam Darus, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Ke III Hukum Periktan dengan penjelasan. Bandung: Alumni, 1983.
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c)
Contact person :
Amin Slamet
Faculty of Law. 17 August 1945 University of Samarinda
Jl.Ir.H.Juanda, No.80. Samarinda. East Kalimantan. Indonesia
Email : journalofl@gmail.com
Telp: 0541-743390
Journal of Law is licensed below Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.