FAKTOR PENGHAMBAT YANG DIHADAPI PENYIDIK POLRI DALAM PELAKSANAAN PENYITAAN BARANG BUKTI UNTUK MELENGKAPI BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP) DI POLRESTA SAMARINDA

REINHARD ARITONANG

Abstract


ABSTRAK

Proses atau prosedur penyitaan barang bukti dalam perkara pidana adalah sebagai berikut : Sebelum melakukan tugasnya, maka petugas atau penyidik diharuskan mendapatkan surat ijin terlebih dahulu dari Ketua Pengadilan Negeri setempat kecuali dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak; Menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang darimana benda itu disita; Berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang akan disita untuk diserahkan kepadanya terhadap surat atau tulisan yang berasal dari tersangka, ditunjukkan kepadanya, kepunyaannya atau diperuntukkan baginya, atau alat untuk melakukan tindak pidana; Memperlihatkan benda yang akan disita pada orang darimana benda itu disita atau keluarganya dan tanda barang itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi; Membuat berita acara penyitaan, setelah dibacakan lalu diberi tanggal, ditandatangani oleh penyidik, orang yang bersangkutan atau keluarganya dan dua orang saksi; Sebelum benda atau barang yang disita tersebut dimasukkan di rumah penyimpanan benda sitaan negara, maka harus dicatat terlebih dahulu mengenai berat atau jumlahnya menurut jenisnya masing-masing, ciri-ciri maupun sifat khas dari benda tersebut, tempat, hari dan tanggal penyitaan, identitas dirimana benda itu disita kemudian dibungkus, diberi lag dan cap jabatan serta ditanda tangani oleh penyidik; Untuk kepentingan pengamanan apabila dianggap perlu dilakukan pemotretan terlebih dahulu.

Beberapa hambatan yang ditemui penyidik dalam melakukan penyitaan antara lain : Barang bukti sudah tidak utuh lagi atau rusak; Barang bukti dipindahtangankan kepada orang lain; Barang bukti masuk kesatuan lain; Barang bukti dibuat jaminan di Pegadaian; Barang bukti hilang tidak diketemukan. Upaya-upaya yang dilakukan penyidik dalam mengatasi hambatan tersebut antara lain : Apabila barang bukti dipindahtangankan kepada orang lain, maka membuat Daftar Pencarian Orang (D.P.O) atau Daftar Pencarian Barang (D.P.B) dikirim ke jajaran POLDA; Apabila barang bukti masuk kesatuan lain, maka melakukan pendekatan kepada Dankesatuan dimana barang bukti tersebut berada, dengan cara menyuruh seseorang untuk membeli barang bukti dengan harapan barang bukti bisa keluar dari daerah kesatuan tersebut dan digunakan sebagai barang bukti; Apabila barang bukti digadaikan, maka Polri melakukan penyitaan barang bukti dengan jalan meminta persetujuan penyitaan ke Pengadilan Negeri dengan ketetapan dari Pengadilan Negeri, baru pihak pegadaian menyerahkan barang bukti tersebut, meskipun harus adu argumentasi; Apabila barang bukti hilang tidak diketemukan, maka penyidik melakukan penyelidikan ulang di Tempat Kejadian Perkara (T.K.P); Mencari keterangan saksi-saksi dan tersangka dengan cara mengumpulkan para saksi dan tersangka untuk mencari kebenaran barang bukti yang tidak lagi berbentuk seperti perhiasan yang telah dilebur oleh pembeli.


References


DAFTAR PUSTAKA

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan K.U.H.A.P, Pustaka Kartini, Jakarta, 1985.

A.Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986.

Subekti R., dan Tjitrosudibio R., Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986.

Ratna Nurul Afifah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 1988.

__________, Pengantar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Karya Anda, Jakarta, 1981.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2018 DEDIKASI JURNAL MAHASISWA



Contact person :

Amin Slamet

Faculty of Law. 17 August 1945 University of Samarinda
Jl.Ir.H.Juanda, No.80. Samarinda. East Kalimantan. Indonesia

Email : journalofl@gmail.com

Telp: 0541-743390

Lisensi Creative Commons
Journal of Law is licensed below Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.